
Pada 19 Februari 1878, Sisingamangaraja XII bersama rakyat Tapanuli
mulai melancarkan serangan terhadap pos pasukan Belanda di Bahal Batu,
dekat Tarutung. Pertempuran yang tak seimbang membuat Sisingamangaraja
dan pasukannya kalah dan terpaksa mundur dari Bahal Batu. Namun,
perlawanan pasukan Sisingamangaraja masih tetap tinggi, terutama di
desa-desa yang belum tunduk pada Belanda, seperti Butar, Lobu Siregar,
Tangga Bantu, dan Balige. Sebaliknya, Belanda semakin gencar mengejar
Sisingamangaraja XII sampai ke desa-desa dan melakukan pembakaran serta
menawan raja-raja desa. Akibatnya pertempuran meluas hingga ke beberapa
daerah seperti Sipintu-pintu, Tangga Batu, Balige, dan Bakkara. Namun,
Sisingamangaraja tetap gigih melakukan perang gerilya.
Pada Mei 1883, pos Belanda di Uluan dan Balige kembali diserang oleh
Sisingamangaraja. Setahun kemudian (1884), kekuatan Belanda di Tangga
Batu berhasil dilumpuhkan. Belanda melakukan upaya pendekatan dan
menawarkan penobatan Sisingamangaraja sebagai Sultan Batak dengan
berbagai hak istimewa. Namun, beliau menolaknya dengan tegas. Pada 1904,
Belanda melakukan pengepungan ketat. Pada 1907 Sisingamangaraja
berhasil lolos. Namun, upaya keras Belanda akhirnya membuahkan hasil
dengan mengetahui tempat persembunyian Sisingamangaraja di Hutan Simsim.
17 Juni 1907, markas Sisingamangaraja dikepung Belanda. Dalam suatu
pertempuran jarak dekat, komandan pasukan Belanda kembali memintanya
menyerah dan menjanjikan akan menobatkan Sisingamangaraja menjadi Sultan
Batak. Namun, Sisingamangaraja tetap tidak mau tunduk dan memilih lebih
baik mati.
Terjadilan pertempuran sengit yang menewaskan hampir seluruh keluarga
dan pasukannya. Akhirnya, Patuan Bosar Ompu Pulo alias Raja
Sisingamangaraja XII bersama dua putra dan satu putrinya, serta beberapa
panglimanya yang berasal dari Aceh gugur sebagai kusuma bangsa.
No comments:
Post a Comment