Psikologi sosial adalah suatu studi tentang perilaku
hubungan antara manusia dan kelompok serta pegaruh sosial terhadap
perilaku manusia. Bidang ini sangat luas, mencakup berbagai bidang studi
dan beberapa disiplin ilmu. Psikologi sosial dapat digunakan dalam
berbagai disiplin dan industri.
Dalam kehidupan
sehari-hari hubungan antara individu satu dengan individu lainnya tidak
selalu berjalan lancar. Terkadang terjadi pertengkaran, perselisihan,
dll. Lingkup kejadiannya bisa terjadi dalam keluarga, teman, sahabat,
bahkan masyarakat. Peristiwa tersebut mendorong para ahli untuk
mengembangkan disiplin ilmu psikologi sosial. Dalam psikologi sosial,
hal tersebut terjadi karena tidak ada kesamaan pandang antara dua
individu.
1. Pengertian Psikologi Sosial
Psikologi sosial berasal dari kata psikologi dan sosial.
Pengertian psikologi adalah sebuah bidang ilmu pengetahuan dan ilmu
terapan yang mempelajari mengenai perilaku dan fungsi mental manusia
secara ilmiah. Adapun pengertian sosial adalah segala perilaku manusia
yang menggambarkan hubungan nonindividualis. Jadi, pengertian psikologi
sosial adalah sebuah ilmu pengetahuan yang mempelajari mengenai pengaruh
hubungan individualis terhadap perilaku dan fungsi mental manusia
secara ilmiah.
Berikut adalah beberapa pengertian psikologi sosial menurut para ahli:
- Hubert Bonner dalam bukunya “Social Psychology” menyatakan “Psikologi sosial adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang tingkah laku manusia.“
- Michener & Delamater (1999) menyatakan bahwa psikologi sosial adalah studi alami tentang sebab-sebab dari prilaku sosial manusia.
- Sherif & Sherif dalam bukunya “An Outline of Social Psychology” memberikan definisi sebagai berikut “psikologi sosial adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari pengalaman dan tingkah laku individu manusia dalam kaitannya dengan situasi-situasi perangsang sosial.” Dalam definisi ini, tingkah laku telah dihubungkan dengan situasi-situasi perangsang sosial.
- Shaw & Costanzo (1970) menyatakan bahwa psikologi sosial adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku individu sebagai fungsi dari rangsang-rangsang sosial.
- Boring, Langveld, and Weld dalam bukunya “ Foundations of Psychology” berpendapat bahwa: “Psikologi sosial adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari individu manusia dalam kelompokknya dan hubungan antara manusia dengan manusia.”
- Kimball Young (1956) menyatakan bahwa : “Psikologi sosial adalah studi tentang proses interaksi individu manusia.”
- Krech, Crutchfield, dan Ballachey (1962) menytakan bahwa : “Psikologi sosial adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku individu di dalam masyarakat.”
- Joseph E. Mc. Grath (1965) menyatakan bahwa : “Psikologi sosial adalah ilmu yang menyelidiki tingkah laku manusia sebagaiman dipengaruhi oleh kehadiran, keyakinan, tindakan, dan lambang-lambang dari orang lain.”
- Gordon W. Allport (1968) menyatakan bahwa : “Psikologi sosial adalah ilmu pengetahuan yang berusaha mengerti dan menerangkan bagaimanan pikiran, perasaan, dan tingkah ;laku individu dipengaruhi oleh kenyataan, imajinasi, atau kehadiran orang lain.”
- Secord dann Backman (1974) menyatakan bahwa : “Psikologi sosial adalah ilmu yang mempelajari individu dalam konteks sosial.”
2. Ruang Lingkup Psikologi Sosial
Berdasarkan
pengertian psikologi sosial di atas, maka Shaw & Constanzo membagi
ruang lingkup Psikologi Sosial dalam 3 wilayah studi, yaitu:
- Studi tentang pengaruh sosial terhadap proses individu, misalnya: studi tentang persepsi, motivasi proses belajar, atribusi (sifat).
- Studi tentang proses-proses individual bersama, seperti bahasa, sikap sosial, perilaku meniru (imitasi), dan lainnya.
- Studi tentang interaksi kelompok, misalnya kepemimpinan, komunikasi hubungan kekuasaan, kerjasama, persaingan, dan konflik.
Psikologi
Sosial yang menjadi objek studinya adalah segala gerak gerik atau
tingkah laku yang timbul dalam konteks sosial atau lingkungan sosialnya.
Oleh karenanya masalah pokok yang dipelajari adalah pengaruh sosial
atau perangsang sosial. Hal ini terjadi karena pengaruh sosial inilah
yang mempengaruhi tingkah laku individu. Berdasarkan inilah Psikologi
Sosial membatasi diri dengan mempelajari dan menyelidiki tingkah laku
individu dalam hubungannya dengan situasi perangsang sosial (Ahmadi,
2005)
Sebagaimana ilmu-ilmu yang lain, psikologi
sosial bertujuan untuk mengerti suatu gejala atau fenomena. Dengan
mengerti suatu fenomena, kita dapat membuat peramalan-peramalan tentang
kapan akan terjadinya fenomena tersebut dan bagaimana hal itu akan
terjadi. Selanjutnya, dengan pengertian dan kemampuan peramalan itu,
kita dapat mengendalikan fenomena itu sampai batas-batas tertentu.
Inilah sebetulnya tujuan dari ilmu, termasuk psikologi sosial.
3. Sejarah Psikologi Sosial
Dalam
sejarahnya yang masih pendek, perkembangan psikologi sosial dapat di
uraikan melalui beberapa tahap seperti masa dalam kandungan, masa bayi,
masa kanak-kanak, masa dewasa, dan masa yang akan datang. Tahap
perkembangan psikologi sosial antara lain masa prenatal, masa awal, masa
perang dunia I dan II, masa kini, dan masa yang akan datang.
3.1. Masa Prenatal (Prakelahiran)
Akar
psikologi sosial telah dibebankan pada akhir 1800, bersamaan dengan
naik daunnya psikologi sebagai suatu disiplin yang berkembang di Eropa.
Ketika Perang Dunia Pertama hadir, banyak psikolog pergi mengungsi ke
Amerika Serikat, psiksos lantas mulai muncul sebagai suatu disiplin yang
berbeda dalam tahun 1920-an. Salah satu pengaruh utama di lapangan
adalah Kurt Lewin, yang disebut "bapak" psikologi sosial oleh beberapa
pihak kompeten; selainnya yang juga psikolog sosial terkenal termasuk
Zimbardo, Asch, Milgram, Festinger, Ross, dan Mischel.
Cikal
bakal kelahiran psikologi sosial mulai muncul, ketika Lazarus &
Steindhal (1860) mempelajari bahasa, adat dan institusi masyarakat untuk
menemukan “human mind”yang berbeda dari “jiwa individual”
(Bonner, 1953). Pada tahun 1879 di Leipzig, Wundt mendirikan
laboratorium psikologi yang pertama di dunia dan menandakan ilmu
psikologi sebagai ilmu yang berdiri sendiri, terpisah dari filsafat.
Pada tahun 1880, ia mempelajari psikologi rakyat. Eksperimennya antara
lain, untuk menemukan proses mental yang lebih tinggi (higher mental process),
hal-hal yang ia teliti tentang bahasa, tradisi, agama, seni dan hukum.
Sebagai seorang elementaris (yaitu penelitian dengan cara menguraikan
dan mempelajari bagian-bagian (elemen) dari jiwa. Ia berusaha
menjelaskan psikologi rakyat itu ke dalam elemen-elemen. Menurutnya,
masyarakat (rakyat/kelompok) memiliki “jiwa” yang berbeda dengan “jiwa
individu”. Pandangan ini kemudian mempengaruhi pendapat Emile Durkheim
(seorang sosiolog terkemuka) yang terkenal dengan teorinya “prilaku
masyarakat” (jiwa kolektif). Menurut Durkheim, masyarakat itu terdiri
dari kelompok manusia yang hidup secara kolektif. Pengertian dan
tanggapan-tanggapan bersifat kolektif tidak individual. Jadi kehidupan
kolektiflah yang dapat menerangkan gejala-gejala sosial atau
gejala-gejala kemasyarakatan.
Gabriel tarde
(1842-1904) ia adalah seorang sosiologi dan kriminologi prancis yang di
anggap pula sebagai bapak psikologi sosial (social interaction) tarde
berpendapat bahwa semua hubungan sosial selalu berkisar pada proses
imitasi, bahkan semua pergaulan antar manusia hanyalah semata-mata
berdasarkan atas proses imitasi itu.
Kata imitasi
berasal dari bahasa inggris to imitate yang berarti mencontoh,
mengikuti suatu pola, istilah imitasi ini secara populer di artikan
secara meniru. Menurut tarde masyarakat tidak lain dari pengelompokan
manusia. Di mana individu mengimitasi individu yang lain dan sebaliknya.
Pendapar tarde tersebut ternyata banyak mendapatkan kritikan seperti
yang di kemukakan chorus, yang antara lain mengatakan bahwa teori tarde
ternyata berat sebelah. Walaupun tarde tidak di terima secara mutlak
namun olehnya telah di kemukakan suatu factor yang memegang peranan
penting pergaulan sosial antara lain manusia.
Seorang
psikolog sosial dalam kajiannya melihat pada sikap, keyakinan, dan
perilaku baik individu dan kelompok. Bidang ini juga mengkaji interaksi
interpersonal, menganalisis cara seseorang berinteraksi dengan orang
lain, baik secara tunggal atau dalam bentuk kelompok besar. Psikologi
sosial juga membahas pengaruh budaya seperti iklan, buku, film,
televisi, dan radio, melihat cara di mana pengaruh-pengaruh dampak
perilaku manusia. Tidak heran dalam perjalanannya psikologi sosial ini
malah ikut membidangi ilmu komunikasi, dan beberapa tokohnya, seperti
Leon Festinger menjadi corong utama ilmu komunikasi.
Gustav
le bon (1841-192) ia terkenal karena sumbangannya psikologi massa yang
di maksud dengan massa adalah kumpulan orang-orang untuk sementara waktu
karena minat dan kepentingan bersama. Ia juga mengatakan bahwa massa
itu punya jiwa tersendiri yang berlainan sifatnya dengan sifat-sifat jiw
individu
Sebagai cabang turunan dari ilmu
psikologi, kehadiran psikologi sosial memberikan nilai tambah dari ilmu
utamanya. Dalam kajian ini, beberapa tokoh memiliki pandangan sendiri
mengenai asal mula munculnya kajian psiksos ini. Seperti yang disebutkan
oleh Gabriel Tarde, yang menyebutkan bahwa ilmu ini bermuara pada
proses peniruan sebagai dasar hubungan antar sesama manusia.
3.2. Masa Awal
Emile durkheim (1858-1917) sebagai seorang tokoh sosiologi ia berpendapat bahwa:
- Gejala-gejala sosial yang terdapat dalam masyarakat tidak dapat di bahas oleh psikologi, melainkan hanya oleh sosiologi adapun alasannya ialah bahwa yang mendasari gejala-gejal sosial itu suatu ksadaran kolektif dan bukan kesadarn individual
- Masyarakat itu terdiri dari kelompok-kelompok manusia yang hidup secara kolektif dengan pengertian-pengertian dan tanggapan-tanggapam\n yang kolektif pula dan hanya dengan kehidupan kolektif itulah yang dapat menerangkan gejala-gejala sosial
- Bahwa pada manusia terdapat dua macam jiwa seperti yang di katakan oleh Le Bon yaitu jiwa kelompok (group mind) dan jiwa individu (individual mind)
Durkheim
pun mendapat beragam kritikan yaitu berat sebelah artinya menitik
beratkan pada peranan jiwa kolektif dan fantastis artinya pendapat
mengenai jiwa kolektif hanya suatu lamunan, khayalan saja yang sukar di
buktikan oleh kehidupan nyata.
Terbitnya dua buku
psikologi sosial (1908) oleh: W.Mc Doughall (ahli psikologi) dan Ross
(sosiologi). W.Mc Doughall menerangkan bahwa manusia berprilaku sosial
karena nalurinya. Sedangkan Ross berpandangan bahwa manusia berprilaku
sosial diakibatkan oleh tata aturan dalam masyarakat yang mesti diikuti,
ia menerangkan perilaku sosial dengan teori struktur sosial.
Sementara
itu, pendapat berbeda disampaikan oleh Gustave Le Bon. Menurut Gustave
Le Bon, pengetahuan ini muncul karena dalam diri manusia ada
dua macam jiwa, yakni jiwa individu serta jiwa massa di mana keduanya
memiliki sifat yang saling berlainan. Pada jiwa massa memiliki sifat
yang cenderung primitif seperti buas, irasional serta cenderung
sentimentil. Sementara sifat individu memiliki sifat yang moderat,
rasional serta mengedepankan akal.
Menurut F.
Allport (1924): Perilaku sosial bukan hanya disebabkan instink (yang
bersifat biologik dan berlaku bagi setiap orang), juga bukan hanya
karena dipengaruhi oleh struktur sosial. Perilaku sosial terjadi pada
individu karena berbagai faktor yang beragam mempengaruhi individu. Ia
menggunakan pendekatan individual dalam memahami perilaku sosial.
Pendapat
yang berbeda juga disampaikan oleh pakar psikologi, Sigmund Freud.
Menurut Freud, pada dasarnya jiwa massa sudah menjadi bagian serta
berada di dalam jiwa individu. Namun, banyak manusia yang cenderung
kurang menyadari keberadaannya mengingat jiwa massa tersebut dalam
kondisi terpendam. Sehingga, manusia harus melakukan beberapa upaya
untuk bisa mengenalinya. Selain ketiga tokoh tersebut, masih banyak
pakar lain yang memiliki pandangan mengenai konsep psikologi terhadap
sosial kemasyarakatan tersebut.
3.3. Masa Perang Dunia I dan II
Pada masa ini perhatian psikologi sosial berpindah ke arah studi tentang otoritarianisme
(kekuasaan) (Baron & Byrne, 1994). Setelah usai perang dunia,
pandangan psikologi sosial beralih ke proses individual dan psikologi
sosial mulai mengkaji proses interaksi sosial. Maka muncullah psikologi
gestalt di Jerman (W. Kohler, K. Koffka dan M. Wertheimer) serta K.
Lewin tokoh psikologi lapangan. Mereka lari dari kejaran Nazi ke
Amerika. Pelarian tokoh-tokoh psikologi ini menginspirasi penelitian
tentang proses kesadaran (kognitif) dan pengaruhnya terhadap perilaku
sosial individu.
Menjamurnya
penelitian-penelitian di bidang psikologi sosial barangkali dimulai
periode 1920-1940. Beberapa topik penelitian sengaja difokuskan pada
isu-isu tertentu yang sedang booming pada masa itu. Contohnya, pada awal
1900an, yang pada masa itu terjadi imigrasi besar-besaran penduduk
Eropa Barat menuju Amerika Utara. Tentunya bukanlah hal yang mengejutkan
bila penelitian-penelitian yang banyak dilakukan berbicara tentang
sikap, kebangsaan, dan kelompok-kelompok etnis (Pancer, 1997).
3.4. Masa Kini
Pada
tahun 1970-1980, Psikologi sosial menghasilkan beragam penelitian yang
sangat penomenal dan bermanfaaat, yaitu berbagai penelitian mengenai:
atribusi, agresi, altruisme, sikap (attitude), gender (perbedaan jenis
kelamin), diskriminasi seksual, psikologi lingkungan, psikologi massa
dan lain-lain. Juga berkembang psikologi terapan (applied psychology),
seperti: psikologi kesehatan, psikologi hukum, psikologi paedagogik,
psikologi kepolisian dan sebagainya.
Psikologi
sosial modern mulai dikembangkan pada saat pergantian abad ke 19 menuju
abad 20. Tripplet (1898) memulai sebuah eksperimen perdana dalam bidang
psikologi sosial dengan meneliti pengaruh kehadiran orang lain terhadap
peningkatan performance seseorang dalam mengerjakan suatu tugas, topic
yang di telitinya sering di sebut “fasilitas sosial” (social
fasititation) yang sampai saat ini masih banyak di minati oleh para ahli
psikologi sosial. Selain itu, buku yang berjudul Social Psychology
diterbitkan pada tahun 1908 (McDougall, 1908; Ross, 1908).
3.5. Masa Akan Datang
Psikologi lintas budaya (Cross Culture Psychology)
menjadi jawaban yang komprehensif dalam beragam penelitian dan
penerapan psikologi sosial di berbagai belahan dunia yang memang
memiliki kultur yang berbeda antara satu negara dengan negara lainnya,
oleh karenanya perspektif teori-teori psikologi ketika memandang budaya
negara lain, bersifat universal terbantahkan, seperti kritik Malinowski
terhadap teori oedipus complex dari Freud yang pada waktu itu
dianggap berlaku universal, bahwa anak laki-laki menaruh benci terhadap
ayahnya, ternyata tidak berlaku di kepulauan Trobriand, Papua Nugini
dimana anak-anak menaruh rasa benci terhadap paman mereka dari pihak
ibu, bukan terhadap ayahnya seperti yang ditemukan Freud di Wina.
menurut Malinowski bahwa rasa benci anak laki-laki remaja di Wina
terhadap ayahnya bukan disebabkan persaingan demi memperoleh rasa cinta
ibu (oedipus complex) melainkan karena figur ayah adalah penegak
disiplin seperti halnya figur paman adalah penegak disiplin bagi anak di
Kepulauan Trobriand.
Munculnya Psikologi lintas
budaya yang menggunakan perspektif kultural sosial yang multidimensional
dan kemajemukan sosial sebagai kritik terhadap keuniversalan
teori-teori psikologi Barat. Teori-teori psikologi yang pada awalnya
dianggap bersifat universal, tidak bisa digunakan ketika dihadapkan pada
budaya dan kultur negara lain.
4. Manfaat Psikologi Sosial
Munculnya
cabang ilmu psikologi sosial ini tentunya diharapkan tidak hanya
berhenti pada tataran teori semata. Namun, lebih jauh dari itu dengan
hadirnya kajian mengenai konsep manusia yang dikaitkan dengan kehidupan
sosialnya akan mampu meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat. Secara
terperinci, ada beberapa manfaat yang bisa didapatkan dari kajian
psikologi sosial ini. Beberapa manfaat tersebut diantaranya adalah:
- Memberikan gambaran kepada manusia, tentang bagaimana manjalin kehidupan bermasyarakat yang ideal. Hal ini terkait antara kodrat manusia sebagai makhluk individu yang sekaligus juga sebagai makhluk sosial.
- Mencegah terjadinya konflik ditengah kehidupan masyarakat. Sebab, dengan memahami psikologi sosial bisa mengatasi kesenjangan ego yang muncul dari setiap individudalam hubungannya dengan masyarakat.
- Memberikan solusi ketika muncul konflik di tengah masyarakat. Dengan memahami konsep yang ada dalam psikologi sosial, kita bisa mengetahui karakter suatu masyarakat. Sehingga ketika muncul sebuah konflik di tengah masyarakat akan mudah ditemukan solusi sebagai jalan tengah dari permasalahan yang ada tersebut.
- Sebagai pedoman masyarakat, dalam mengelola setiap perbedaan yang muncul di tengah masyarakat. Dengan demikian, pada nantinya setiap perbedaan yang ada tersebut bisa digunakan sebagai modal untuk mencapai tujuan bersama. Bukan sebaliknya, menjadikan perbedaan yang ada untuk memicu perselisihan di antara sesame anggota masyarakat.
5. Konsep Dasar Psikologi Sosial
Interaksi
sosial manusia di masyarakat, baik itu antar individu, antara individu
dengan kelompok atau antar kelompok, tidak dapat dilepaskan dari
fenomena kejiwaan. Reaksi emosional, sikap, kemauan, perhatian,
motivasi, harga diri dan sebangsanya sebagai fenomena kejiwaan yang
tercermin pada perilaku orang perorang serta kelompok, merupakan
fenomena yang melekat pada kehidupan berbudaya dan bermasyarakat.
Perilaku kejiwaan manusia dalam konteks sosial ini, merupakan objek
kajian psikologi sosial.
Psikologi sosial sebagai
salah satu bidang ilmu sosial, menurut Harold A. Phelps (Fairchild,
H.P., dkk.: 1982:290) “Psikologi sosial adalah suatu studi ilmiah
tentang proses mental manusia sebagai makhluk sosial”. Dengan demikian,
objek yang dipelajari oleh psikologi sosial itu, meliputi perilaku
manusia dalam konteks sosial yang terungkap pada perhatian, minat,
kemauan, sikap mental, reaksi emosional, harga diri, kecerdasan,
penghayatan, kesadaran, dan demikian seterusnya.
Secara
singakat, Krech, Crutfield dan Ballachey (1982:5) mengemukakan
“Psikologi sosial dapat didefinisikan sebagai ilmu tentang peristiwa
perilaku antar personal”. Ungkapan ini tidak berbeda dengan apa yang
dikemukakan oleh Phelps. Titik berat perhatian kajiannya itu tertuju
pada perilaku manusia dalam hubungan sosialnya. Antara psikologi sosial
dengan sosiologi, sangat erat kaitannya, dikatakan sebagai ilmu yang
dwitunggal. Pada kenyataannya, interaksi sosial antar warga masyarakat,
tidak dapat selalu dilandasi oleh dorongan kejiwaan.
Kondisi
emosional selalu menyertai proses yang kita sebut interaksi sosial.
Selanjutnya, dorongan untuk berinteraksi sosial itu juga tidak hanya
dipengaruhi oleh kondisi proses kejiwaan saja, melainkan dipengaruhi
juga oleh faktor lingkungan (Krech, Crutfield, Baltachey (1982:
478-483). Kedalam faktor lingkungan, termasuk manusia di sekitarnya
(lingkungan sosial), nilai, norma, peraturan yang berlaku (lingkungan
budaya), dan kondisi cuaca, pepohonan, sumber daya air, ketinggian dari
permukaan laut (lingkungan alam).
Lingkungan-lingkungan
itu sangat berpengaruh terhadap kebanggaan, harga diri, sikap mental,
dorongan berprestasi, etos kerja, semangat hidup, kesadaran seseorang
ataupun kelompok dalam kehidupan sehari-hari. Betapa bermaknanya
keluarga sebagai lingkungan sosial terhadap dorongan berprestasi seorang
anggotanya. Demikian pula peranan lingkungan sosial lainnya, seperti
teman sepermainan, teman sejawat dalam pekerjaan atas dorongan kepada
seseorang untuk tetap hidup bersemangat, berprestasi, dan akhirnya
mencapai keberhasilan
Sebagai satu kesatuan
mental-psikologi dengan fisik-biologis fenomena kejiwaan seseorang,
terpadu dalam dirinya sebagai kepribadian. Pada kesatuan kepribadian
ini, kita dapat mengamati dan menelaah hubungan antara faktor dalam
diri seseorang (potensi mental psikologis dan fisik biologis) dengan
faktor luar yang disebut lingkungan (sosial, budaya, alam). Keunikan
kepribadian seseorang yang terpencar pada perilakunya, merupakan hasil
perpaduan kerja sama antara potensi dari dalam diri dengan rangsangan
dari lingkungan (hukum konvergensi). Psikologi sebagai salah satu bidang
ilmu sosial, berperan strategis dalam mengamati, menelaah,
menganalisis, menarik kesimpulan dan memberikan arahan alternatif
terhadap masalah sosial yang merupakan ungkapan aspek kejiwaan. Patologi
sosial yang pernah didiskusikan pada waktu membicarakan sosiologi, juga
menjadi salah satu garapan psikologi sosial.
Konsep-konsep dasar psikologi sosial yang menjadi salah satu bagian dan kajian ilmu sosial sebagai berikut:
- Emosi terhadap objek sosial
- Perhatian
- Minat
- Kemauan
- Motivasi
- Kecerdasan dalam menanggapi persoalan sosial
- Penghayatan
- Kesadaran
- Harga diri
- Sikap mental
- Kepribadian
- Masih banyak fenomena kejiwaan yang lain yang dapat kita gali lebih lanjut
Tiap
individu yang normal, memiliki potensi psikologis yang berkembang dan
dapat dikembangkan. Kadar potensinya bervariasi antara seseorang dengan
yang lainnya bergantung pada kondisi kesehatan, mauppun
mental-psikologisnya. Mereka yang kesehatan jasmani dan rohaninya prima,
peluang pengembang potensi psikologisnya lebih baik daripada mereka
yang kurang sehat. Selain daripada itu, faktor lingkungan dalam anti
yang seluas-luasnya juga sangat berpengaruh. Ketajaman emosi dan reaksi
emosional seseorang, sangat dipengaruhi oleh faktor internal dan
eksternal. Emosi dan reaksi emosional dengan pengendaliannya, sangat
penting kedudukannya dalam kehidupan sosial termasuk dalam interaksi
sosial. Emosi dengan reaksi emosional, merupakan konsep dasar psikologi
sosial yang peranannya besar dalam mengembangkan potensi psikologis
lainnya. Tinggi-rendahnya, terkendali-tidaknya emosi seseorang, sangat
berpengaruh terhadap perilaku sosial yang bersangkutan. Oleh karena itu,
emosi sebagai suatu potensi kepribadian wajib diberi santapan dengan
berbagai pembinaan psikologis, termasuk santapan keagamaan.
Dalam
pengembangan sumber daya manusia (SDM), khususnya berkenaan dengan
peningkatan kualitas kemampuan intelektual, perhatian dan minat
tersebut, memegang peranan yang sangat bermakna. Tanpa perhatian dan
minat dari SDM yang bersangkutan, pengembangannya mustahil tercapai
secara optimum.
Kemauan sebagai konsep dasar
psikologi sosial, merupakan suatu potensi pendorong dan dalam diri
individu untuk memperoleh dan mencapai suatu yang diinginkan. Kemauan
yang kuat. merupakan modal dasar yang berharga dalam memperoleh suatu
prestasi. Ada ungkapan “di mana ada kemauan, di situ ada jalan”. Kemauan
yang terbina dan termotivasi pada diri seseorang termasuk pada diri
Anda serta kita semua, menjadi landasan yang kuat mencapai sesuatu,
terutama mencapai cita-cita luhur yang menjadi idaman masing-masing.
Orang-orang yang kemauannya lemah, bagaimanapun sukar mencapai prestasi
yang tinggi.
Motivasi sebagai suatu konsep dasar,
selain timbul dari dalam diri individu masing-masing, juga dapat datang
dari lingkungan, khususnya lingkungan sosial dan budaya. Seperti telah
dikemukakan di atas, motivasi diri itu juga merupakan kekuatan yang
mampu mendorong kemauan. Jika kita semua memiliki motivasi diri yang
kuat, mempunyai harapan yang kuat juga berkemauan keras mencapai suatu
cita-cita.
Kecerdasan sebagai potensi psikologis
bagi seorang individu, merupakan modal dasar mencapai suatu prestasi
akademis yang tinggi dan untuk memecahkan permasalahan sosial.
Kecerdasan sebagai unsur kejiwaan dan aset mental, tentu saja tidak
berdiri sendiri, melainkan berhubungan dengan unsur-unsur serat potensi
psikologis lainnya. Dibandingkan dengan potensi psikologis yang lain,
kecerdasan ini relatif lebih mudah dipantau, dievaluasi dari ungkapan
perilaku individu. Potensi dan realisasi kecerdasan yang karakternya
kognitif, relatif lebih mudah diukur. Sedangkan potensi dan realisasi
mental yang sifatnya afektif, lebih sukar dievaluasi dibandingkan dengan
aspek kecerdasan. Kecerdasan sebagai konsep dasar psikologi sosial,
memiliki makna yang mendalam bagi seorang individu, karena kecerdasan
tersebut menjadi unsur utama kecendekiaan. Sedangkan kecendekiaan;
merupakan modal yang sangat berharga bagi SDM menghadapi kehidupan yang
penuh masalah dan tantangan seperti yang kita alami dewasa ini.
Proses
kejiwaan yang sifatnya mendalam dan menuntut suasana yang tenang adalah
penghayatan. Proses ini tidak hanya sekadar merasakan, memperhatikan,
dan menikmati, melainkan lebih jauh daripada itu. Hal-hal yang ada di
luar diri Anda dan kita masing-masing, menjadi perhatian yang mendalam,
dirasakan serta diikuti dengan tenang sehingga menimbulkan kesan yang
juga sangat mendalam pada diri kita masing-masing. Proses penghayatan
ini tidak dapat dilepaskan dari kondisi diri kita yang penuh kesadaran.
Tanpa kesadaran, penghayatan itu sukar terjadi atau sukar kita lakukan.
Harga
diri dan sikap mental, merupakan dua konsep dasar yang mencirikan
manusia sebagai makhluk hidup yang bermartabat. Oleh karena itu, harga
diri ini jangan dikorbankan hanya untuk sesuatu yang secara moral tidak
berarti. Harga diri yang terbina serta terpelihara, merupakan martabat
kemanusiaan kita masing-masing yang selalu akan diperhitungkan oleh
pihak atau orang lain. Harga diri yang dikorbankan sampai kita tidak
memiliki harga diri di mata orang lain, akan menjatuhkan martabat kita
yang tidak jarang dimanfaatkan orang lain untuk memperoleh keuntungan.
Masalah
ini wajib disadari dan dihayati oleh tiap orang yang ingin
mempertahankan martabatnya. Selanjutnya, sifat atau sikap mental,
merupakan reaksi yang timbul dari diri kita masing-masing jika ada
rangsangan yang datang kepada kita. Reaksi mental atau sikap mental
dapat bersifat positif, negatif dan juga netral, bergantung pada kondisi
diri kita masing-masing serta bergantung pula pada sifat rangsangan
yang datang.
Konsep dasar yang merupakan
komprehensif adalah kepribadian. Secara singkat, Brown & Brown
(1980:149) mengemukakan bahwa “kepribadian tidak lain adalah pola
karakteristik, sifat atau atribut yang dimiliki individu yang ajeg dari
waktu ke waktu”. Sedangkan Honnel Hart (Fairchild, H.P. dkk.: 1982:218)
secara lebih rinci mengemukakan:
Kepribadian
yaitu organisasi gagasan yang dinamika, sikap, dan kebiasaan yang dibina
secara mendasar oleh potensi biologis yang diwariskan melalui mekanisme
psiko-fisikal organisme tunggal dan yang secara sosial ditransmisikan
melalui pola budaya, serta yang terpadu dengan semua penyesuaian, motif,
kemauan dan tujuan individu berdasarkan keperluan serta kemungkinan
dari lingkungan sosialnya.
Konsep dasar
kepribadian yang dikemukakan oleh Brown & Brown hanya sebagai
ungkapan denotatif, sedangkan yang diketengahkan oleh Hart dalam
pengertian konotatif yang lebih komprehensif. Kepribadian itu bersifat
unik yang memadukan potensi internal sebagai warisan biologis dengan
faktor eksternal berupa lingkungan yang terbuka. Pada kondisi kehidupan
yang demikian terbuka terhadap pengaruh yang sedang mengarus secara
global, faktor lingkungan itu sangat kuat. Oleh karena itu, pendidikan
sebagai salah satu faktor lingkungan, wajib terpanggil dan berperan
aktif memberikan pengaruh positif aktif-kreatif terhadap pembinaan
kepribadian.
Sumber Daya Manusia (SDM) generasi
muda yang menjadi subjek pembangunan masa yang akan datang, wajib
memiliki kepribadian yang kukuh-kuat, beriman, dan bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Kuasa, agar selalu siap serta sigap menghadapi
masalah-tantangan persaingan. Secara ideal SDM yang memiliki kepribadian
yang demikian itu, dapat diandalkan sebagai penyelamatan kehidupan yang
telah makin menyimpang dan kebenaran yang hakiki yang “mengorbankan
nilai-nilai moral demi mencapai tujuan material semata”. Panggilan dan
tugas pendidikan memang berat, namun sangat mulia.
6. Teori Psikologi Sosial
Secara
umum dapat dikemukakan bahwa teori merupakan penjelasan lengkap tentang
gejala-gejala (Baron&Bayrne, 2004; Myers, 2002). Dalam displin
psikologi sosial, fungsi teori adalah untuk menjelaskan gejala-gejala
psikologi dan perilaku individu dalam konteks saling pengaruh dengan
dunia sosial.
Secara khusus, teori psikologi
sosial memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut (Zanden, 1984). Pertama,
teori mengatur hasil observasi-observasi empiris dalam bentuk
informasi-informasi fragmentaris ke dalam satu kesatuan yang memiliki
makna baru. Kedua, teori memungkinkan manusia melihat hubungan antar
gejala yang sebelumnya saling terisolasi dalam bentuk data-data yang
terpisah. Ketiga, teori merangsang timbulnya pemikiran dan penelitian
lebih lanjut.
7. Pendekatan dalam Psikologi Sosial
7.1. Pendekatan Biologis
Pengaruh
biologis terhadap perilaku manusia ditekankan oleh Mc. Dougall, Freud,
Lorenz, manusia dilahirkan dengan berbagai karakteristik biologis yang
membedakan dengan hewan dan sesamanya.
- Naluri, Konrad Lorenz dorongan agresif adalah naluri manusia yang sudah ada semenjak manusia lahir dan tidak dapat dirubah, hampir sama dengan Freud adanya dorongan bawaan yang mengarahkan manusia berprilaku destruktif (id thanatos), walaupun dorongan bawaan itu bisa diarahkan pada perilaku konstruktif.
- Perbedaan genetik kromosom XYY lebih besar kemungkinan menjadi penjahat, kerusakan fisiologis lainseperti kerusakan otak tertentu (hipotalamus) dpt mengakibatkan agresivitas yang tak terkendali pada hewan.
7.2. Pendekatan Belajar
Perilaku
ditentukan oleh apa yang telah dipelajari sebelumnya. Pendekatan
belajar populer di tahun 1920 yang merupakan dasar Behaviorisme. Ada
Empat Mekanisme dalam Belajar sebagai asas perubahan perilaku:
- Classical conditioning / asosiasi (Ivan Pavlov)
- Law of effect (hukum akibat) (Edward Thondike), perilaku yang memuaskan akan cenderung diulangi
- Operant conditioning (pembiasaan operan) B.F. Skinner, teori peneguhan (reinforcement)
- Modelling (Albert Bandura): imitation & identification, teori ini disebut Social Learning Theory
7.3. Pendekatan Insentif
- Rational decision-making theory, teori ini mengemukakan bahwa orang memperhitungkan kerugiandan keuntungan berbagai tindakan berdasarkan rasional. Teori ini dikembangkan lebih khasyaitu: teori expectancy-value (Edward, 1954), teori ini menyatakan bahwa keputusan diambilatas dasar: (a) nilai keuntungan dari akibat keputusan itu, (b) derajat ekspektasi (dugaan) akibatyang akan ditimbulkan oleh setiap keputusan.
- Teori Pertukaran. Teori ini menganalisis interaksi interpersonal sebagai rangkaian keputusanrasional yang dibuat orang. Interaksi ini mempertimbangkan untung rugi.
- Pemuasan Kebutuhan, teori ini menyatakan bahwa individu memiliki kebutuhan atau motivasi spesifik tertentu dan berperilaku sedemikian rupa untuk memuaskan kebutuhanya.
Teori ke-1
& ke-2 lebih ke pertimbangan rasional & ilmiah, sedangkan
pilihan yang ke-3 menggambarkan karakter inpulsif. Tapi pada umumnya
teori insentif menekankan kerugian dan keuntungan yang diperoleh.
7.4. Pendekatan Kognitif
- Attribution theory (Harold Kelley) bagaimana kita menginterpretasikan kausalitas.
- Cognitive dissonance (ketidakcocokan diantara dua pengetahuan), dalam keadaan disonan orang beruasaha mengurangi disonansi denganberbagai cara. Disonansi membuat orang resah. Kognisi saya tahu saya senang merokok”, disonan dengan : saya tahu rokok merusak kesehatan”. Dihadapkan pada situasi disonan seperti itu, maka saya mengubah perilaku, berhenti merokok atau merokok sedikit saja, atau mengubah kognisi tentang lingkungan, misalnya dengan mengatakan perokok beratlah yang berbahaya.
- Penekanan teori kognitif pada interpretaasi dan persepsi mengenai kondisi sekarang bukan masa lalu seperti behaviorisme.
sumber : http://hedisasrawan.blogspot.co.id